Senin, 22 September 2008

Competency Based Human Resource Management (CBHRM)

CBHRM

Competency Based Human Resource Management (CBHRM) is an approach that links human resources activities such as learning and development, resourcing, performance management and human resources planning to a competency profile. As a result, CBHRM provides a common, simplified language and the necessary tools and flexibility for managers to address their human resources activities — all based on competencies. CBHRM will link HR activities to the business of the organization to improve business performance. It aims at achieving a good fit between each employee, the work and the work environment. This fit promotes improved work performance and job satisfaction.

A common framework of competencies provides the means for integrating all aspects of the HR system so that employees are selected, evaluated, developed, promoted and rewarded based on competencies that support organizational success. By communicating these competencies, organizations empower employees to take charge of their careers, direct their own personal development, and continually self-evaluate and improve. At the same time, the framework allows the organization to proactively plan for its human resource needs both in the immediate and long term, and to establish programs that support employees in acquiring the competencies needed for organizational success.

Planning for Competency-based Human Resource Management It takes effort and commitment to implement a fully-elaborated and integrated competency-based human resource management (HRM) system. It is important, therefore, to take the time to evaluate the needs of the organization, and to create a strategy and plan that will meet these needs - in other words, getting it right the first time.


Definitions

Competency Profile: A profile is a set of competencies related to a function/job or an employee.

Competency: A competency is “any skill, knowledge, or other attribute that is observable and identifies successful performance”. Effectively, competencies translate the strategic vision and goals for the organization into measurable and observable behaviours or actions which employees must display.


Articles

CBHRM - Planning for Success by Suzanne Simpson, PhD. & Lorraine McKay, M.A, CHRP, C. Psych.

CBHRM - That Works! by Suzanne Simpson, PhD. & Lorraine McKay, M.A, CHRP, C. Psych.

Jumat, 12 September 2008

COMPENSATION PLANNING


Perusahaan, dalam merencanakan kegiatannya memerlukan struktur dan system kompensasi yang efektif dan berdaya guna untuk kebutuhan perusahaannya. Hal ini diperlukan untuk kelangsungan hidup dari perusahaan. untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap perusahaan dapat membuatnya langsung sendiri dengan memberdayagunakan HRD di perusahaannya atau juga dapat dengan meminta bantuan dari lembaga konsultan yang terpercaya untuk merancang & mengembangkan Rencana Kompensasi Perusahaan / "Corporate Compensation Planning".Memang diakui bahwa menggunakan konsultan akan memerlukan biaya yang tidak sedikit (bahkan hingga puluhan juta rupiah) sehingga akan membebani perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang akan berkembang. Bagi perusahaan besar, tentu saja hal ini akan sangat mudah dilakukan, karena persoalan biaya tidak menjadi masalah.Terdapat beberapa kriteria hal yang perlu dilakukan dalam merencanakan system kompensasi adalah :1. Internal & External EquityKonsep ini adalah konsep keadilan dimana pada Internal Equity diasosiasikan sebagai keadilan di didalam perusahaan. Apakah penggajian akan diberlakukan sama terhadap semua yang memiliki jabatan yang sama dalam perusahaan tersebut. Sedangkan External Equity diasosiasikan sebagai keadilan dengan kondisi pasar. Apakah dengan jabatan yang sama akan akan diperoleh sistem penggajian dibawah, diatas atau sama dengan pasar ? Beberapa konsep I/E Equity ini adalah : Distribution Justice Model, Labor Market Model & Balancing Equity.2. Fixed versus Variable PayDalam konsep ini perusahaan dituntut untuk menjalankan sistem kompensasi yang berbasis gaji tetap atau dengan menggunakan beberapa variable. Penggunaan variable pay sudah umum dilakukan pada department sales dimana mereka diharapkan untuk mencapai target perusahaan. Semakin besar variable pay yang ditawarkan akan mengakibatkan semakin besar risk yang dialami karena profit dari perusahaan akan mempengaruhi kompensasi yang diperoleh. Fixed pay sudah menjadi hal yang sangat umum dilakukan di Amerika, karena hal ini dimaksudkan untuk menghindari resiko yang dialami oleh perusahaan dan karyawannya. Namun hal ini berkaitan juga dengan regulasi yang diterapkan disana. Sedangan di Indonesia, penggunaan variable pay sudah ada aturan baku dimana maksimal variable pay adalah 25% dari total gaji yang diperoleh.3. Performance versus MembershipKriteria ini dilakukan untuk melihat apakah kompensasi ditekankan pada performance dan ditujukan kepada individu atau kontribusi group atau ditentukan dari jumlah member organisasi dan kuantitas jam kerja.4. Job versus Individual PayKriteria ini ditujukan pada keinginan perusahaan yang hendak menjadikan dasar kompensasi merujuk pada bagaimana perusahaan menilai sebuah pekerjaan atau pada perusahaan yang ingin menstandardkan pada seberapa jauh skill & knowledge yang dimilki perusahaan.5. Egalitarianism & versus ElitismPerusahaan wajib menentukan apakah akan menetapkan Sistem Egalitarianism, dimana "Pay Plan" diterapkan kepada seluruh member dengan sistem kompensasi yang sama. Sedangkan Sistem Elitism mengharuskan untuk penerapan yang berbeda pada setiap member organisasi.6. Below Market versus Above Market CompensationPerusahaan juga harus mulai menetapkan dirinya untuk fokus pada dibawah pasar atau diatas pasar.7. Monetary versus non Monetary AwardsKriteria ini dilakukan untuk menetapkan apakah perusahaan akan menjalankan sistem kompensasi yang berbasis monetary seperti reward bonus dan saham atau berbasis non monetary yang sifatnya intagible seperti pekerjaan yang menarik dan job security.8. Open versus Secret PayKonsep penting yang harus dilakukan adalah kerahasiaan. Top Management wajib mengakomodasi hal ini dengan menetapkan standard bahwa arah kebijakan perusahaan menganut kompensasi terbuka atau tertutup (rahasia) sehingga pelanggaran terhadap hal ini dapat mengakibatkan PHK.9. Centralization versus Decentralization of Pay DecisionArah kebijakan juga harus dilakukan terhadap keputusan-keputusan yang diambil. Perusahaan wajib memilih apakah kebijaksanaan sistem kompensasi dilakukan secara terpusat dari induk perusahaan atau bisa didelegasikan hingga ke cabang-cabang perusahaan.Dengan menjalankan dan menetapkan langkah-langkah tersebut, perusahaan dapat melakukan sistem kompensasi yang efektif untuk perusahaan dimana "visi dan misi" perusahaan dapat terwujud serta didukung oleh team membernya.


Ref.
1. Managing Human Resources, Gomez-Mejia, Prentice Hall
2. Human Resources Management, Noe, McGraw-Hill
3. Human Resources Management, Robert L Malthis, South Western
4. Management Sumber Daya Manusia, Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira
5. Erisa Ojimba, Certified Compensation Professional

Should Western managers be encouraged to adopt JMP's?

Should Western managers be encouraged to adopt JMP's?
Dawn M. Naylor

Over the last 20 years there has been increasing interest by Western companies in Japanese management practices (JMPs). Interest in these methods has grown as a result of the large performance gaps which apparently exist between Japanese manufacturers and their Western counterparts, in terms of both productivity and quality. Looks at a number of studies in an effort to determine whether Japanese practices can be successfully transferred abroad or whether they are culturally bound. This is followed by a look at the conditions under which Japanese management practices have been successfully utilised by Western companies. It is argued that Western managers must avoid just blindly copying Japanese practices and should be encouraged to become aware of why certain Japanese approaches have been successful. Finally, consideration needs to be given to the underlying factors of that success which are necessary and appropriate to their own company's advancement.

Keywords: Japanese management styles, Corporate governance, Convergence
Article Type: Literature review, Theoretical with application in practice
Content Indicators: Research Implication- *, Practice Implication- **, Originality- **, Readability- **

Senin, 08 September 2008

Menyiapkan CEO atau Preman?

Tantangan HR: Menyiapkan CEO atau Preman?
Oleh: Meisia Chandra

Kepemimpinan selalu menjadi topik yang menarik. Penulis buku laris Built to Bless Paulus Bambang WS dalam acara Good Morning Partner 2 di Hotel Intercontinental MidPlaza, 6 Agustus lalu menyinggung isu itu dengan memadukan berbagai teori yang ditemuinya di buku-buku dan pengalaman pribadinya yang sangat berharga. Isu yang menarik itu menjadi semakin menggelitik. Memang, krisis kepemimpinan terjadi di mana-mana dan dalam setiap waktu.


Fakta bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin seperti ditegaskan Ram Charan dalam buku Leaders at all levels (John Wiley & Sons, Inc, 2008) menjadikan pencarian pemimpin adalah tugas yang tidak pernah berhenti. Seorang pemimpin secara alamiah berbeda dari orang-orang lain. Mereka berpikir dan bertingkah berbeda dengan lingkungan sekitarnya. HR harus selalu mempertajam kemampuan observasi untuk bisa menemukan orang-orang aneh ini. Dengan berkelakar, Paulus mengatakan seorang yang tampil beda, pilihannya ada dua, apabila bukan menjadi CEO maka dia akan menjadi preman.


Kabar baiknya, kita sebenarnya tidak pernah kekurangan raw talent. Kualitas raw talent dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pengalaman dalam dunia kerja yang sebenarnya. Kesalahan selama ini dalam mencari pemimpin adalah kita selalu mencari superman. Padahal tidak ada superman, setiap talent memiliki kelemahan dan kekuatannya masing-masing. Dan dalam setiap fase perkembangan bisnis ternyata membutuhkan karakter pemimpin yang berbeda-beda. Dengan pengalamannya selama ini, Paulus mendefinisikan 7 jenis karakter pemimpin yaitu: Dreamer, Architect, Builder, Sharper, Inventor, Harvester, dan Operator.


Tipe Dreamer adalah pemimpin yang fokus pada masa depan, selalu visioner dan menggunakan pendekatan jangka panjang, memiliki banyak ide kreatif dan inovatif. Ciri-ciri tipe ini adalah kata-kata favoritnya seperti : masa depan, visi, misi, investasi, inovasi, hal baru yang harus dilakukan. Tipe Architect adalah pemimpin yang mampu membuat blue print yang jelas, road map, flowchart dan fase transformasi dalam perusahaan. Pendekatannya tahapan demi tahapan. Kata-kata yang disukainya misalnya framework, blue print, fase, dimensi.


Tipe Builder dapat mengeksekusi rencana dengan baik dan perhatiannya sangat detil terhadap progres dalam setiap fase. Dia akan memeriksa setiap detil untuk mencari kemungkinan mempercepat proses. Kata-kata favoritnya seperti activity plan, control points, resources, budget, delivery, kualitas, action. Tipe Sharper pandai meningkatkan efektifivitas dan efisiensi dalam proses bisnis internal dan membangun sistem untuk lebih memuaskan konsumen sehingga meningkatkan daya saing. CRM, SCM, MCM adalah sebagian kata yang disukainya dan dia juga suka mengimplementasikan tools-tools baru seperti TQM, BSC dan 6 sigma.


Inventor memiliki kemampuan untuk menangkap peluang yang ada di depan. Selalu memiliki ide baru untuk diterapkan di pasar, untuk memenangkan persaingan, dan menutup deal. Kata-kata yang disukainya: fight, negotiate, close the deal, do it now, discount, package deal. Harvester merajut cakrawala baru dalam perusahaan, mencari kurva S kedua, kemampuan mengganti arah perusahaan dengan mendapat dukungan dari semua bawahan. Cara mengenali tipe ini adalah mereka sering mengatakan changing the rule of the game, new ways of doing new things, new product, new projects.


Tipe terakhir, Operator bekerja berdasarkan goal dan target yang sudah ditentukan. Mengelola resource dan tim dan administer dengan detail. Mereka suka mengatakan KPI, target, goal, review, outlook, corrective action, formulir, SOP. Termasuk tipe manakah Anda? Mudah-mudahan Anda adalah tipe pemimpin yang sesuai dengan masanya. Dan tugas HR adalah mengidentifikasikan talent ini sedini dan setepat mungkin.