Sub National Strategy - Human Resource Management Adviser
Coffey International Development
Location: Buka, Bougainville
Last Date: July 7, 2008
Sub National Strategy - Human Resource Management Adviser (ref: COFF-056)
• Support the ABG in developing effective and sustainable human resource management capacity
24 month contracts with possible extension
Based in Buka, Bougainville
The Sub National Strategy (SNS) is a partnership between the Government of Australia and Government of Papua New Guinea (PNG) for improved service delivery for the men, women and children of Papua New Guinea. This new AusAID funded program is Australia’s mechanism to support initiatives of the Government of PNG that aim to improve public administration within the sub-national levels of government.
As part of the SNS, AusAID has provided funding to the Autonomous Bougainville Government (ABG) through the Governance Implementation Fund (GIF). This fund is a multi-donor mechanism to help in implementing autonomy, improving good governance and implementing public sector reform in Bougainville. Additionally, AusAID are providing technical advisory support to ABG to support the development of capacity to create and maintain an effective government.
A Human Resource Management Adviser is being sought to work with the ABG to support:
•Implementation of the peace agreement
•Local budget and planning systems with the aim of improving public expenditure management and thus enhancing development outcomes
•Promote good governance and accountability
•Improve coordination of donor assistance
This key role will be responsible for providing advice and support to the ABG, strengthening and developing local capacity.
To be considered for this role, applicants will need to demonstrate a high level of technical competency and experience. All applicants will need to have experience in developing the skills and building the capacity of others.
Detailed background information plus ESSENTIAL application procedures for these positions are available on our website at www.careers.coffey.com or from Dianne Hosea on email: dianne_hosea@coffey.com quoting the relevant reference number. Applicants are encouraged to submit an on-line application through the above website.
Applications close 5.00pm (ACT) Monday 7 July 2008
Rabu, 25 Juni 2008
Kamis, 19 Juni 2008
Menggapai Keunggulan Lewat Budaya Layanan
Menggapai Keunggulan Lewat Budaya Layanan
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, selama ini kita cukup bangga dengan predikat yang disematkan para wisatawan asing sebagai bangsa yang terkenal dengan keramah tamahannya.
Predikat sebagai bangsa yang memiliki budaya yang ramah tamah ternyata juga dilontarkan oleh Ron Kaufmann, seorang penulis buku best seller : “Up Your Service” dan “Lift Me Up” yang beberapa waktu lalu menjadi pembicara pada suatu seminar di Jakarta. Pria yang juga dikenal sebagai fasilitator dan pembicara berskala intrenasional ini menyebut bahwa orang-orang Indonesia adalah salah satu yang paling ramah dan hangat di dunia.
Dengan bimbingan, kerjasama, dan dukungan yang benar, Ron meyakini bahwa Indonesia dapat meraih kehebatan dalam budaya layanan. “Budaya layanan di Indonesia telah memiliki suatu keunggulan dari keramah tamahan orang-orangnya”, ucapnya saat seminar tersebut.
Ya, kehangatan, keramah tamahan serta sikap tepo seliro yang merupakan cirri budaya sebagai orang Timur seharusnya dapat menjadi modal untuk menunjang kualitas pelayanan dari setiap perusahaan yang berkecimpung di berbagai jenis industri. Bila Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada suatu kesempatan pernah berharap agar service industry kita bisa mencapai level pelayanan yang world class quality dengan meningkatkan competitiveness, maka keramah tamahan yang merupakan kultur masyarakat kita bisa jadi merupakan factor untuk mewujudkan kualitas yang prima tersebut. “Competitiveness is going to be majored by how fast and best you can give the service”, ucapnya saat berbicara di International Quality Award 2007, bulan lalu.
Karena untuk mencapai the best quality in services tidak melulu hanya berbicara mengenai profesionalitas, kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan saja. Sikap ramah tamah dalam pelayanan tentunya juga tidak bisa dikesampingkan. Hal inilah yang menurut Ron Kauffmann menjadi nilai lebih dari budaya pelayanan di Indonesia.
Budaya pelayanan seharusnya menjadi sesuatu yang dikedepankan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di semua jenis industri. Karena biasanya bila orang berbicara mengenai budaya pelayanan sering muncul anggapan bahwa hal tersebut hanya dibutuhkan di jenis pekerjaan dan bidang industri tertentu saja.
Sebut saja misalnya industri pariwisata, retail, airlines, dan industri lain yang menawarkan jasa. Sehingga hanya orang-orang yang bekerja di bidang tersebut atau orang yang berprofesi menawarkan jasa seperti sales, customer service, konsultan, yang harus memahami pentingnya budaya pelayanan dan menerapkannya sehari-hari.
“Secara umum, dalam perspektif kami, memiliki budaya pelayanan yang kuat sangat penting penting selama anda bekerja dengan sesama manusia”, ujar Joanne Esta Chong, Director of Marketing Up Your Service College, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pelatihan berbasis di Singapura.
“Ketika kita sebagai manusia berinteraksi, sebenarnya kita bertukar melayani. Saat kamu bertanya pada saya dan saya menjawab, saya berusaha melayani anda. Jika saya salah menjawab pertanyaan anda atau menjawabnya dengan buruk, itu kan tidak membantu anda”, ujarnya berfilosofi. Selanjutnya ia mengatakan bahwa keberadaan service culture di sebuah perusahaan sangat penting karena dapat membawa dampak positif. Karena jika kita dapat melayani orang lain di internal maupun eksternal perusahaan dengan baik, maka otomatis orang-orang yang berhubungan dengan pihak perusahaan itu akan merasa senang untuk bekerjasama.
“Jika itu terjadi, secara keseluruhan perusahaan akan memperoleh keuntungan. Perusahaan akan punya reputasi bagus karena selalu membantu orang untuk menyelesaikan masalah mereka. Selalu memberikan pertolongan, memberikan dorongan dan dukungan. Jadi saat perusahaan memiliki reputasi yang baik maka bisnis akan meningkat”, terangnya lagi.
Yang menarik adalah bagaimana kita membangun sebuah service culture di perusahaan kita. Karena tentunya tidak mudah untuk menanamkan service culture terutama di perusahaan yang bergerak di bidang non jasa ataupun kepada orang-orang yang bekerja di bidang non jasa. Hal itu juga diakui oleh wanita berdarah Singapura ini kepada HC. Ia menyebut salah satu cara yang efektif untuk membangun service culture adalah melalui training.
“Ada banyak cara untuk mengembangkan kultur. Seperti yang anda katakan bahwa sangat sulit untuk mengubah mindset. Kultur dapat dibentuk melalui cara-cara yang berbeda, salah satunya melalui training”, kata Joanne. Ia mengimbuhkan bahwa men-develop people dengan pola educational dan training dapat membantu meningkatkan service delivery sebaik mengubah mind set mereka.
Dalam membangun service culture di perusahaan, di dalam bukunya, Ron Kauffmann menyebut tiga hal yang menjadi kunci dalam pengembangan karyawan. Yang pertama adalah core service skills. Core service skill ini berkaitan dengan beberapa hal seperti understanding customers, improving existing service, creating positive impressions, generating value for customers, working with service partners inside and outside the company, resolving service problems dan learning from service evaluation results.
Yang kedua adalah complementary service skills. Yang termasuk di dalamnya adalah emphatetic listening, interpersonal communication, teamwork, project management leadership, supervision, cultural awareness, motivation dan emotional intelligence.
Sedangkan yang ketiga yaitu industry-specific service skills, yang diantaranya adalah product knowledge and process expertise, proficiency in your tools, technologies dan procedures.
Namun yang tak kalah pentingnya adalah tahap penerapan dari pelatihan yang telah dilakukan tersebut. Anda harus memastikan bahwa proses pembelajaran tidak hanya berhenti saat kegiatan training selesai dilakukan. Hal inilah yang menjadi tantangan utama menurut Joanne Esta Chong, “Jadi tantangan terbesar adalah agar orang-orang mengerti semuanya. Setiap individu memegang peranannya. Dan tidak hanya bisa mengerti konsep tapi juga menerapkannya. Jadi itu tantangan terbesarnya.”
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, selama ini kita cukup bangga dengan predikat yang disematkan para wisatawan asing sebagai bangsa yang terkenal dengan keramah tamahannya.
Predikat sebagai bangsa yang memiliki budaya yang ramah tamah ternyata juga dilontarkan oleh Ron Kaufmann, seorang penulis buku best seller : “Up Your Service” dan “Lift Me Up” yang beberapa waktu lalu menjadi pembicara pada suatu seminar di Jakarta. Pria yang juga dikenal sebagai fasilitator dan pembicara berskala intrenasional ini menyebut bahwa orang-orang Indonesia adalah salah satu yang paling ramah dan hangat di dunia.
Dengan bimbingan, kerjasama, dan dukungan yang benar, Ron meyakini bahwa Indonesia dapat meraih kehebatan dalam budaya layanan. “Budaya layanan di Indonesia telah memiliki suatu keunggulan dari keramah tamahan orang-orangnya”, ucapnya saat seminar tersebut.
Ya, kehangatan, keramah tamahan serta sikap tepo seliro yang merupakan cirri budaya sebagai orang Timur seharusnya dapat menjadi modal untuk menunjang kualitas pelayanan dari setiap perusahaan yang berkecimpung di berbagai jenis industri. Bila Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada suatu kesempatan pernah berharap agar service industry kita bisa mencapai level pelayanan yang world class quality dengan meningkatkan competitiveness, maka keramah tamahan yang merupakan kultur masyarakat kita bisa jadi merupakan factor untuk mewujudkan kualitas yang prima tersebut. “Competitiveness is going to be majored by how fast and best you can give the service”, ucapnya saat berbicara di International Quality Award 2007, bulan lalu.
Karena untuk mencapai the best quality in services tidak melulu hanya berbicara mengenai profesionalitas, kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan saja. Sikap ramah tamah dalam pelayanan tentunya juga tidak bisa dikesampingkan. Hal inilah yang menurut Ron Kauffmann menjadi nilai lebih dari budaya pelayanan di Indonesia.
Budaya pelayanan seharusnya menjadi sesuatu yang dikedepankan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di semua jenis industri. Karena biasanya bila orang berbicara mengenai budaya pelayanan sering muncul anggapan bahwa hal tersebut hanya dibutuhkan di jenis pekerjaan dan bidang industri tertentu saja.
Sebut saja misalnya industri pariwisata, retail, airlines, dan industri lain yang menawarkan jasa. Sehingga hanya orang-orang yang bekerja di bidang tersebut atau orang yang berprofesi menawarkan jasa seperti sales, customer service, konsultan, yang harus memahami pentingnya budaya pelayanan dan menerapkannya sehari-hari.
“Secara umum, dalam perspektif kami, memiliki budaya pelayanan yang kuat sangat penting penting selama anda bekerja dengan sesama manusia”, ujar Joanne Esta Chong, Director of Marketing Up Your Service College, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pelatihan berbasis di Singapura.
“Ketika kita sebagai manusia berinteraksi, sebenarnya kita bertukar melayani. Saat kamu bertanya pada saya dan saya menjawab, saya berusaha melayani anda. Jika saya salah menjawab pertanyaan anda atau menjawabnya dengan buruk, itu kan tidak membantu anda”, ujarnya berfilosofi. Selanjutnya ia mengatakan bahwa keberadaan service culture di sebuah perusahaan sangat penting karena dapat membawa dampak positif. Karena jika kita dapat melayani orang lain di internal maupun eksternal perusahaan dengan baik, maka otomatis orang-orang yang berhubungan dengan pihak perusahaan itu akan merasa senang untuk bekerjasama.
“Jika itu terjadi, secara keseluruhan perusahaan akan memperoleh keuntungan. Perusahaan akan punya reputasi bagus karena selalu membantu orang untuk menyelesaikan masalah mereka. Selalu memberikan pertolongan, memberikan dorongan dan dukungan. Jadi saat perusahaan memiliki reputasi yang baik maka bisnis akan meningkat”, terangnya lagi.
Yang menarik adalah bagaimana kita membangun sebuah service culture di perusahaan kita. Karena tentunya tidak mudah untuk menanamkan service culture terutama di perusahaan yang bergerak di bidang non jasa ataupun kepada orang-orang yang bekerja di bidang non jasa. Hal itu juga diakui oleh wanita berdarah Singapura ini kepada HC. Ia menyebut salah satu cara yang efektif untuk membangun service culture adalah melalui training.
“Ada banyak cara untuk mengembangkan kultur. Seperti yang anda katakan bahwa sangat sulit untuk mengubah mindset. Kultur dapat dibentuk melalui cara-cara yang berbeda, salah satunya melalui training”, kata Joanne. Ia mengimbuhkan bahwa men-develop people dengan pola educational dan training dapat membantu meningkatkan service delivery sebaik mengubah mind set mereka.
Dalam membangun service culture di perusahaan, di dalam bukunya, Ron Kauffmann menyebut tiga hal yang menjadi kunci dalam pengembangan karyawan. Yang pertama adalah core service skills. Core service skill ini berkaitan dengan beberapa hal seperti understanding customers, improving existing service, creating positive impressions, generating value for customers, working with service partners inside and outside the company, resolving service problems dan learning from service evaluation results.
Yang kedua adalah complementary service skills. Yang termasuk di dalamnya adalah emphatetic listening, interpersonal communication, teamwork, project management leadership, supervision, cultural awareness, motivation dan emotional intelligence.
Sedangkan yang ketiga yaitu industry-specific service skills, yang diantaranya adalah product knowledge and process expertise, proficiency in your tools, technologies dan procedures.
Namun yang tak kalah pentingnya adalah tahap penerapan dari pelatihan yang telah dilakukan tersebut. Anda harus memastikan bahwa proses pembelajaran tidak hanya berhenti saat kegiatan training selesai dilakukan. Hal inilah yang menjadi tantangan utama menurut Joanne Esta Chong, “Jadi tantangan terbesar adalah agar orang-orang mengerti semuanya. Setiap individu memegang peranannya. Dan tidak hanya bisa mengerti konsep tapi juga menerapkannya. Jadi itu tantangan terbesarnya.”
Rabu, 18 Juni 2008
Atasi Stress Ketika menjalani Psikotes
Rahasia mengatasi stress saat menjalani psikotes / tes psikometri
Bagi Anda yang pernah menjalani psikotes mungkin pernah merasakan sakit perut, tangan tiba-tiba keringatan, detak jantung yang berlebihan, atau suasana hati yang tertekan saat bersiap menjalani psikotes. Anda tidak sendirian, sebagian besar orang mengalaminya. Bagaimana mengatasinya, inilah rahasia mengatasi stress dari consultanthr :
1. Ingat untuk sarapan atau makan sebelum tes dimulai. Ini penting agar tubuh Anda tidak menderita dan Anda bisa kosentrasi menjawab soal tanpa gangguan kelaparan.
2. Bersikap setenang mungkin. Ingatlah kegelisahan pada tingkat tertentu adalah wajar
3. Hindari memperlihatkan kegelisahan Anda. Anda harus tampak percaya diri karena perilaku Anda secara umum berada dalam pengamatan seperti halnya hasil tes Anda
4. Jika tiba-tiba menghadapi masalah, yang pertama dilakukan adalah JANGAN PANIK. Jika panik, maka tubuh Anda akan bereaksi negatif sehingga Anda tidak bisa berpikir dengan tenang. Mintalah bantuan pengawas jika Anda menghadapi masalah, pengawas pasti akan membantu Anda.
5. Nyamankan diri Anda. Pelajari teknik-teknik relaksasi atau visualisasi yang sesuai dengan diri Anda untuk meredakan ketegangan (Anda dapat pelajari dari buku-buku relaksasi/visualisasi yang ada di toko buku)
6. Buat posisi dimana Anda berada menjadi senyaman mungkin. Misal jika meja atau kursi Anda bergoyang, cari kertas untuk mengganjalnya.
7. Bekerjalah seefisien mungkin. kerjakan cepat namun tidak terburu-buru
8. Hindari membuang-buang waktu dengan mencari soal “jebakan” karena Anda tidak bisa menemukannya dengan mudah
9. Ingatlah makin banyak soal yang Anda kerjakan, makin besar kemungkinan Anda mendapatkan nilai tinggi
10. Sesekali pandanglah sekeliling Anda, ambil napas dalam-dalam, pejamkan mata, dan luruskan kaki. Ini akan membantu meredakan ketegangan yang timbul dalam diri Anda
11. Jangan putus asa jika pertanyaan terasa sulit. Pertanyaan itu mungkin sama sulitnya bagi orang lain
12. Jangan cemas jika pesaing Anda tampak bekerja lebih cepat ketimbang Anda. Tidak ada jaminan bahwa jawaban mereka benar
13. Jika Anda merasa tidak enak badan, katakan pada pengawas. Tidak ada untungnya diam dalam penderitaan
14. Jangan terlalu memaksa diri. Percayalah Anda telah melakukan hal yang terbaik.
15. Selalu berpikir positif. Pikiran positif membuat tubuh Anda bereaksi positif, timbal baliknya adalah Anda menjadi nyaman dengan situasi atau kondisi yang ada.
Selamat menjalani tes psikometri. Sukses untuk Anda.
Bagi Anda yang pernah menjalani psikotes mungkin pernah merasakan sakit perut, tangan tiba-tiba keringatan, detak jantung yang berlebihan, atau suasana hati yang tertekan saat bersiap menjalani psikotes. Anda tidak sendirian, sebagian besar orang mengalaminya. Bagaimana mengatasinya, inilah rahasia mengatasi stress dari consultanthr :
1. Ingat untuk sarapan atau makan sebelum tes dimulai. Ini penting agar tubuh Anda tidak menderita dan Anda bisa kosentrasi menjawab soal tanpa gangguan kelaparan.
2. Bersikap setenang mungkin. Ingatlah kegelisahan pada tingkat tertentu adalah wajar
3. Hindari memperlihatkan kegelisahan Anda. Anda harus tampak percaya diri karena perilaku Anda secara umum berada dalam pengamatan seperti halnya hasil tes Anda
4. Jika tiba-tiba menghadapi masalah, yang pertama dilakukan adalah JANGAN PANIK. Jika panik, maka tubuh Anda akan bereaksi negatif sehingga Anda tidak bisa berpikir dengan tenang. Mintalah bantuan pengawas jika Anda menghadapi masalah, pengawas pasti akan membantu Anda.
5. Nyamankan diri Anda. Pelajari teknik-teknik relaksasi atau visualisasi yang sesuai dengan diri Anda untuk meredakan ketegangan (Anda dapat pelajari dari buku-buku relaksasi/visualisasi yang ada di toko buku)
6. Buat posisi dimana Anda berada menjadi senyaman mungkin. Misal jika meja atau kursi Anda bergoyang, cari kertas untuk mengganjalnya.
7. Bekerjalah seefisien mungkin. kerjakan cepat namun tidak terburu-buru
8. Hindari membuang-buang waktu dengan mencari soal “jebakan” karena Anda tidak bisa menemukannya dengan mudah
9. Ingatlah makin banyak soal yang Anda kerjakan, makin besar kemungkinan Anda mendapatkan nilai tinggi
10. Sesekali pandanglah sekeliling Anda, ambil napas dalam-dalam, pejamkan mata, dan luruskan kaki. Ini akan membantu meredakan ketegangan yang timbul dalam diri Anda
11. Jangan putus asa jika pertanyaan terasa sulit. Pertanyaan itu mungkin sama sulitnya bagi orang lain
12. Jangan cemas jika pesaing Anda tampak bekerja lebih cepat ketimbang Anda. Tidak ada jaminan bahwa jawaban mereka benar
13. Jika Anda merasa tidak enak badan, katakan pada pengawas. Tidak ada untungnya diam dalam penderitaan
14. Jangan terlalu memaksa diri. Percayalah Anda telah melakukan hal yang terbaik.
15. Selalu berpikir positif. Pikiran positif membuat tubuh Anda bereaksi positif, timbal baliknya adalah Anda menjadi nyaman dengan situasi atau kondisi yang ada.
Selamat menjalani tes psikometri. Sukses untuk Anda.
Selasa, 17 Juni 2008
Dipaksa Buat Surat Pernyataan
Pertanyaan
Dipaksa Membuat Surat Pernyataan, Bisakah Menuntut?
Adik saya bekerja di perusahaan Korea di Cikarang melalui sebuah yayasan, dan dikontrak selama 1 tahun. Dalam bekerja, pimpinan di departemennya selalu mendiskriminasi karyawan kontrak. Pernah, adik saya dilempar CD --yang salah sebenarnya orang lain tapi sasarannya adik saya. Apakah tindakan pemimpin tersebut dapat dibenarkan? Sebagai karyawan kontrak dari sebuah yayasan, dapatkah adik saya menuntut dia? Pemimpin tersebut juga pernah menyuruh dengan paksa agar adik saya membuat surat pernyataan di atas materai yang isinya, bila dalam waktu "yang telah ditentukan" adik saya belum dapat menguasai semua pekerjaan, maka harus mengundurkan diri walaupun masa kontrak belum habis. Apakah tindakannya ini dapat dibenarkan? Kuatkah posisi adik saya apabila dia menuntut?
Jawaban
Jelas tindakan pemimpin itu tidak benar. Pekerja melakukan kesalahan apa pun (bila pekerja memang salah), tidak dengan fisik cara penyelesaiannya. Melempar CD termasuk perbuatan pidana Pasal 335 ayat (1) KUHP yaitu perbuatan tidak menyenangkan, melakukan kekerasan dll. Mengenai hal ini, silakan lapor ke polisi. Bila ada saksi yang melihat akan lebih kuat lagi posisi adik Anda, atau luka memar sebagai akibat lemparan itu. CD yang dilempar juga dapat dijadikan alat bukti oleh polisi. Dengan pengaduan itu, si pelempar dapat dipanggil oleh polisi untuk dilakukan pemeriksaan. Laporan diajukan ke pos polisi terdekat dengan lokasi pabrik. Bila unsur-unsur perbuatan pidana terpenuhi, kasusnya bisa sampai ke kejaksaan, dan seterusnya ke pengadilan. Secara teknis, Anda bisa minta tolong LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk membantu proses perkara bila sampai ke pengadilan.
Tindakan memaksa menyuruh membuat surat pernyataan juga dapat dimasukkan dalam perbuatan tidak menyenangkan. Perlu dipahami dulu tentang bidang perdata dan pidana. Dalam bidang perdata, istilahnya adalah menggugat. Orang menggugat karena merasa haknya dilanggar orang lain. Untuk itu pihak yang merasa haknya dilanggar orang lain, dapat menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi sebagai akibat orang lain melakukan perbuatan melawan hukum. Kasus adik Anda lebih mengarah ke perbuatan pidana, jadi yang dilakukan (kalau mau) adalah langkah tersebut di atas. Tapi, paling aman, kalau tidak mau ribut-ribut, sudah saatnya adik Anda mempertimbangkan keluar dari perusahaan. Memang, demikian nasib pekerja, dalam posisi yang lemah.
Dipaksa Membuat Surat Pernyataan, Bisakah Menuntut?
Adik saya bekerja di perusahaan Korea di Cikarang melalui sebuah yayasan, dan dikontrak selama 1 tahun. Dalam bekerja, pimpinan di departemennya selalu mendiskriminasi karyawan kontrak. Pernah, adik saya dilempar CD --yang salah sebenarnya orang lain tapi sasarannya adik saya. Apakah tindakan pemimpin tersebut dapat dibenarkan? Sebagai karyawan kontrak dari sebuah yayasan, dapatkah adik saya menuntut dia? Pemimpin tersebut juga pernah menyuruh dengan paksa agar adik saya membuat surat pernyataan di atas materai yang isinya, bila dalam waktu "yang telah ditentukan" adik saya belum dapat menguasai semua pekerjaan, maka harus mengundurkan diri walaupun masa kontrak belum habis. Apakah tindakannya ini dapat dibenarkan? Kuatkah posisi adik saya apabila dia menuntut?
Jawaban
Jelas tindakan pemimpin itu tidak benar. Pekerja melakukan kesalahan apa pun (bila pekerja memang salah), tidak dengan fisik cara penyelesaiannya. Melempar CD termasuk perbuatan pidana Pasal 335 ayat (1) KUHP yaitu perbuatan tidak menyenangkan, melakukan kekerasan dll. Mengenai hal ini, silakan lapor ke polisi. Bila ada saksi yang melihat akan lebih kuat lagi posisi adik Anda, atau luka memar sebagai akibat lemparan itu. CD yang dilempar juga dapat dijadikan alat bukti oleh polisi. Dengan pengaduan itu, si pelempar dapat dipanggil oleh polisi untuk dilakukan pemeriksaan. Laporan diajukan ke pos polisi terdekat dengan lokasi pabrik. Bila unsur-unsur perbuatan pidana terpenuhi, kasusnya bisa sampai ke kejaksaan, dan seterusnya ke pengadilan. Secara teknis, Anda bisa minta tolong LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk membantu proses perkara bila sampai ke pengadilan.
Tindakan memaksa menyuruh membuat surat pernyataan juga dapat dimasukkan dalam perbuatan tidak menyenangkan. Perlu dipahami dulu tentang bidang perdata dan pidana. Dalam bidang perdata, istilahnya adalah menggugat. Orang menggugat karena merasa haknya dilanggar orang lain. Untuk itu pihak yang merasa haknya dilanggar orang lain, dapat menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi sebagai akibat orang lain melakukan perbuatan melawan hukum. Kasus adik Anda lebih mengarah ke perbuatan pidana, jadi yang dilakukan (kalau mau) adalah langkah tersebut di atas. Tapi, paling aman, kalau tidak mau ribut-ribut, sudah saatnya adik Anda mempertimbangkan keluar dari perusahaan. Memang, demikian nasib pekerja, dalam posisi yang lemah.
Kamis, 12 Juni 2008
LOMPATAN PAUS...!
Pernahkan Anda bertanya-tanya bagaimana pelatih ikan paus dan lumba-lumba di Sea World bisa membuat Shamu paus seberat sembilan ton itu, melompat setinggi 7 meter keluar dari air dan memperagakan berbagai permainan ?
Mereka membuat si paus melompati lingkaran tali begitu tinggi dari permukaan air,jarak yang tak terbayangkan oleh kita. Ini benar-benar tantangan besar, sebesar tantangan yang Anda dan saya hadapi sebagai orang tua, pelatih, atau manajer.
Dapatkah Anda membayangkan cara khas yang akan dilakukan para manajer bila mereka harus menangani situasi seperti itu ?
Hal pertama yang mungkin akan kita lakukan adalah meletakkan tali itu langsung setinggi 7 meter, tidak ada gunanya meletakkannya lebih rendah, atau tak ada gunanya membanggakan kebodohan.
Kita menyebutnya penentuan sasaran, atau perencanaan strategi.
Jika sasarannya telah ditentukan dengan jelas, yang harus dilakukan sekarang adalah memikirkan cara untuk memotivasi si ikan paus.
Maka kita ambil seember ikan dan meletakannya tepat 7 meter di atas lingkaran tali itu.
Jangan berikan imbalannya bila si paus tidak mau beraksi. Lalu, kita harus memberikan pengarahan.
Kita membungkuk dari bangku kita yang bagus, yang terletak di tempat tinggi itu, dan berseru,
"Hai, paus! Melompatlah!"
Dan . . . . . . . . .si paus tetap di sana, tak bergerak sedikit pun.
Jadi, bagaimana para pelatih di Sea World itu melakukannya?
Prioritas mereka yang pertama adalah mempertegas perilaku yang mereka inginkan agar si paus melakukan ( berlatih ) berulang-ulang, dalam hal ini, membuat si paus atau lumba - lumba melompati lingkaran tali.
Dengan segala macam cara, mereka menciptakan lingkungan yang mendukung kaidah yang menjamin bahwa si paus tak mungkin gagal. Mereka memulainya dengan meletakkan lingkaran tali itu di bawah permukaan air,dalam posisi yang membuat si paus mau tak mau terpaksa melakukan apa yang diharapkan si pelatih.
Setiap kali si paus berhasil melewati lingkaran tali, dia mendapatkan ketegasan yang positifDia diberi hadiah ikan merah, dibelai-belai, diajak bermain-main, dan yang terpenting, mendapat penegasan.
Tetapi, bagaimana kalau si paus melompat di bawah lingkaran tali?
Tidak apa-apa, dia tidak akan dihukum dengan sengatan listrik, tidak ada kritik membangun, tidak ada omelan, dan tidak ada kata-kata peringatan dalam berkas pribadinya.
Paus hanya diajari bahwa perilaku yang negatif tidak akan diakui.
Penegasan positif adalah landasan dari kaidah sederhana itu, yang membuahkan hasil yang menakjubkan.
Dan ketika si paus berhasil lebih sering melompati lingkaran tali dari pada melompat di bawahnya, si pelatih meninggikan talinya. Kenaikan itu harus berangsur-angsur dan lambat sehingga si paus tidak kelaparan, baik secara fisik maupun secara emosi.
Pelajaran sederhana yang harus dipelajari dari para pelatih paus itu adalah merayakan keberhasilan secara wajar. (Celebrating Succes)
Saat masih di Astra International pada divisi Customer Care , team saya selalu memotivasi Cabang perusahaan yang nilai index kepuasaan pelanggannya tinggi dengan reward kepada " seluruh karyawan cabang ".Bahkan tidak tanggung - tanggung , sang Kepala Cabang pun diundang langsung ke kantor pusat untuk menerima langsung reward dari para petinggi dengan disaksikan seluruh karyawan pada kesempatan upacara bendera.
Tunjukkanlah keberhasilan dan hal-hal kecil yang kita inginkan terus diperlihatkan kepada si paus.( baca : karyawan )
Yang kedua, jangan terlalu mudah mengecam. Orang juga bisa merasakan kalau prestasi mereka mengecewakan. Yang mereka perlukan adalah uluran tangan menawarkan bantuan.
Tanpa kecaman atau hukuman sekalipun, orang tak akan melupakan kegagalannya dan biasanya tidak akan mengulanginya lagi.
Menurut pendapat saya, kebanyakan bisnis yang sukses dewasa ini melakukan hal yang benar lebih dari 95%.
Namun, berapa banyak waktu yang kita sisihkan untuk mengomel ?
Kita harus menciptakan suasana yang membuat orang tidak mengalami kegagalan.
Rayakanlah keberhasilan secara wajar , jangan mudah mengecam ... dan kita harus tahu seberapa tinggi kita harus meletakkan lingkaran tali itu.
R'
Rabu, 11 Juni 2008
Menentukan Jumlah Staf yang Efektif dan Efisien
Pertanyaan
Cara Praktis Menentukan Jumlah Staf yang Efektif dan Efisien
Saat ini tempat kerja saya sedang membentuk suatu struktur organisasi yang baru, dan kami ingin melakukan manpower planning. Adakah cara yang praktis untuk menentukan jumlah staf yang efektif dan efisien dalam suatu unit kerja? Buku apa saja yang bagus untuk dijadikan referensi dalam soal ini?
Jawaban
Proses penentuan jumlah pegawai melalui analisis manpower planning dapat dilakukan dengan dua cara, yakni ratio analysis dan workload analysis. Metode ratio analysis adalah cara untuk mengestimasi kebutuhan jumlah tenaga kerja berdasar rasio antara faktor tertentu (misalnya jumlah pendapatan) dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan (misalnya jumlah pegawai yang diperlukan). Dalam konteks perusahaan Anda (Bursa Efek Indonesia), maka faktor yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja bisa berupa jumlah emiten, atau jumlah pendapatan (revenue) selama setahun, atau nilai kapitalisasi pasar. Dengan mematok rasio tertentu, maka Anda akan bisa mengestimasi berapa kebutuhan tenaga kerja yang ideal. Contoh, kalau pendapatan perusahaan Anda selama setahun Rp 50 milyar, maka jumlah pekerja sebaiknya sekitar 500 (rasio 1 : Rp 100,000,000). Contoh lain, kalau jumlah emiten 200 perusahaan, maka jumlah karyawan sebaiknya sekitar 400 (1 : 2). Lalu, berapa patokan angka rasio yang ideal? Nah, di sini Anda bisa melakukan perbandingan dengan perusahaan sejenis di negara lain. Misalnya, di Bursa Efek Thailand, berapa perbandingan antara pendapatan setahun mereka dengan jumlah karyawan; atau perbandingan antara jumlah emiten dengan jumlah karyawannya.Metode rasio ini juga bisa diterapkan untuk menentukan jumlah pegawai di bagian support (IT, HR and GA, Finance) dengan jumlah pegawai di bagian core function. Angka rata-rata yang dipatok adalah 15 %. Artinya kalau jumlah total perusahaan Anda adalah 500, maka total karyawan dibagian support itu sebaiknya berkisar pada angka 75. Metode kedua adalah dengan cara workload analysis. Metode ini merupakan proses untuk menghitung beban kerja suatu fungsi tertentu dalam perusahaan. Dari perhitungan ini kemudian dapat ditentukan berapa jumlah kebutuhan ideal pegawai yang dibutuhkan. Secara spesifik, terdapat tiga langkah kunci untuk melakukan workload analysis. Yang pertama adalah menentukan output utama dari suatu fungsi tertentu, dan kemudian mengidentifikasi rangkaian aktivitas kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Langkah berikutnya, mem-break down rangkaian aktivitas menjadi satuan tugas yang lebih rinci dan spesifik, serta mengekelompokkan satuan tugas tersebut berdasar tingkat kesulitan/kompleksitasnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses perhitungan jumlah waktu total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing satuan tugas tersebut. Dari sini akan dapat dihitung jumlah total waktu yang digunakan untuk menghasilkan keseluruhan output utama dari fungsi yang dianalisis.� Jumlah total waktu yang dibutuhkan inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah ideal pegawai yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa referensi yang membantu untuk melaksanakan proses di atas, antara lain 1. Edward J. Folk, Methods Analysis and Work Measurement, Mcgraw Hill2. C.R.Wynne- Roberts and George Kanawaty, Introduction to Work Study, International Labour Office
Cara Praktis Menentukan Jumlah Staf yang Efektif dan Efisien
Saat ini tempat kerja saya sedang membentuk suatu struktur organisasi yang baru, dan kami ingin melakukan manpower planning. Adakah cara yang praktis untuk menentukan jumlah staf yang efektif dan efisien dalam suatu unit kerja? Buku apa saja yang bagus untuk dijadikan referensi dalam soal ini?
Jawaban
Proses penentuan jumlah pegawai melalui analisis manpower planning dapat dilakukan dengan dua cara, yakni ratio analysis dan workload analysis. Metode ratio analysis adalah cara untuk mengestimasi kebutuhan jumlah tenaga kerja berdasar rasio antara faktor tertentu (misalnya jumlah pendapatan) dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan (misalnya jumlah pegawai yang diperlukan). Dalam konteks perusahaan Anda (Bursa Efek Indonesia), maka faktor yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja bisa berupa jumlah emiten, atau jumlah pendapatan (revenue) selama setahun, atau nilai kapitalisasi pasar. Dengan mematok rasio tertentu, maka Anda akan bisa mengestimasi berapa kebutuhan tenaga kerja yang ideal. Contoh, kalau pendapatan perusahaan Anda selama setahun Rp 50 milyar, maka jumlah pekerja sebaiknya sekitar 500 (rasio 1 : Rp 100,000,000). Contoh lain, kalau jumlah emiten 200 perusahaan, maka jumlah karyawan sebaiknya sekitar 400 (1 : 2). Lalu, berapa patokan angka rasio yang ideal? Nah, di sini Anda bisa melakukan perbandingan dengan perusahaan sejenis di negara lain. Misalnya, di Bursa Efek Thailand, berapa perbandingan antara pendapatan setahun mereka dengan jumlah karyawan; atau perbandingan antara jumlah emiten dengan jumlah karyawannya.Metode rasio ini juga bisa diterapkan untuk menentukan jumlah pegawai di bagian support (IT, HR and GA, Finance) dengan jumlah pegawai di bagian core function. Angka rata-rata yang dipatok adalah 15 %. Artinya kalau jumlah total perusahaan Anda adalah 500, maka total karyawan dibagian support itu sebaiknya berkisar pada angka 75. Metode kedua adalah dengan cara workload analysis. Metode ini merupakan proses untuk menghitung beban kerja suatu fungsi tertentu dalam perusahaan. Dari perhitungan ini kemudian dapat ditentukan berapa jumlah kebutuhan ideal pegawai yang dibutuhkan. Secara spesifik, terdapat tiga langkah kunci untuk melakukan workload analysis. Yang pertama adalah menentukan output utama dari suatu fungsi tertentu, dan kemudian mengidentifikasi rangkaian aktivitas kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Langkah berikutnya, mem-break down rangkaian aktivitas menjadi satuan tugas yang lebih rinci dan spesifik, serta mengekelompokkan satuan tugas tersebut berdasar tingkat kesulitan/kompleksitasnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses perhitungan jumlah waktu total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing satuan tugas tersebut. Dari sini akan dapat dihitung jumlah total waktu yang digunakan untuk menghasilkan keseluruhan output utama dari fungsi yang dianalisis.� Jumlah total waktu yang dibutuhkan inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah ideal pegawai yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa referensi yang membantu untuk melaksanakan proses di atas, antara lain 1. Edward J. Folk, Methods Analysis and Work Measurement, Mcgraw Hill2. C.R.Wynne- Roberts and George Kanawaty, Introduction to Work Study, International Labour Office
Selasa, 10 Juni 2008
From Labor to Human Capital
Pertanyaan
Dari Buruh ke Human Capital, Apa Bedanya?
Dewasa ini istilah-istilah dalam manajemen HR terus berubah. Human Resources berkembang menjadi Human Capital. Dulu kita hanya mengenal istilah buruh, lalu berubah menjadi pegawai, karyawan dan seterusnya. Apa sih sebenarnya perbedaan dari istilah-istilah itu? Apakah semata hanya biar lebih "gaya" atau memang ada makna di baliknya yang lebih mendalam? Mohon penjelasan.
Jawaban
Pertanyaan yang menarik. Menurut saya, ungkapan buruh, pegawai dan karyawan pada dasarnya sama esensinya. Yakn,i mereka bekerja pada orang lain dan mendapat gaji secara reguler (harian, mingguan, atau pun tahunan). Hanya memang istilah buruh sering diidentikkan dengan pekerjaan level bawah, dan terutama diberlakukan untuk industri manufaktur (pabrik) dan pertambangan. Istilah yang sama juga sering dipakai dalam dunia politik (misalnya kita mengenal partai buruh di Inggris atau Australia). Di samping itu, "buruh" juga lebih familiar untuk mereka yang beraliran “kiri”, sebab para pendiri paham sosialisme semacam Karl Marx memakai istilah ini untuk mengkontraskan dengan pemilik modal (kapitalis). Istilah human resources (sumber daya manusia) mulai berkembang pada tahun 80-an untuk menggantikan kata “personnel” (dulu dikenal nama departemen personalia, sekarang berubaha nama menjadi departemen sumber daya manusia). Perubahan istilah ini diharapkan tidak untuk keren-kerenan saja; namun lebih menyangkut perubahan filosofi dan paradigma. Jika dulu ketika masih menggunakan nama departemen personalia, urusan karyawan hanya menyangkut segi administrasi belaka. Artinya, aspek-aspek strategis yang menyangkut pengembangan karyawan tidak dipandang secara sungguh-sungguh. Sekarang, ketika berganti nama menjadi Human Resources, diharapkan pengelolaan karyawan benar-benar ditempatkan dalam kerangka besar strategi perusahaan. Begitu juga para pengelolanya, mereka juga diharapkan mampu menjadi strategic partner bagi top management dalam membawa kinerja perusahaan menuju kejayaan sejati. Nah, beberapa tahun terakhir ini, mulai muncul istilah baru yang ”lebih keren”, yakni human capital (sebenarnya istilah ini sudah diperkenalkan sejak 1955 oleh Gary Becker dalam bukunya yang berjudul Human Capital. Melalui buku inilah, Becker kemudian meraih nobel ekonomi). Lalu apa itu human capital? Intinya, faktor manusia – jika dikelola dengan bagus-- merupakan modal yang mampu memberikan return on investment yang dahsyat, dan memiliki “harga” yang jauh lebih mahal dibanding aset fisik seperti pabrik dan tanah. Sebagai contoh, Microsoft dan Google memiliki aset yang jauh lebih sedikit dibanding misalnya, Boeing atau Ford, namun nilai saham perusahaan mereka jauh lebih tinggi (hal ini tentu dikarenakan, Microsoft dan Google memiliki modal manusia –inovasi/kreativitas, modal otak– yang jauh lebih unggul). Hanya saja, banyak orang yang agak “rikuh” dengan ungkapan Human Capital ini. Beberapa waktu lalu, salah seorang profesor dari Universitas Airlangga, Surabaya –dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besarnya– mempersoalkan ungkapan human capital ini. Menurutnya, istilah ini kesannya menyamakan manusia dengan modal finansial (kapital); seolah-olah setiap individu harus dikuantifikasi dan diukur imbalannya berdasar indikator keuangan perusahaan. Menurut saya, pokok persoalannya mungkin lebih pada “rasa bahasa”. Karena kata ”capital” selama ini identik dengan uang, dengan sesuatu yang cenderung materialistik, maka menggabungkan kata human dengan capital rasanya kok memang jadi kurang ”pas”. Namun, kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ”modal insani”, maka rasanya menjadi lebih elegan.
Dari Buruh ke Human Capital, Apa Bedanya?
Dewasa ini istilah-istilah dalam manajemen HR terus berubah. Human Resources berkembang menjadi Human Capital. Dulu kita hanya mengenal istilah buruh, lalu berubah menjadi pegawai, karyawan dan seterusnya. Apa sih sebenarnya perbedaan dari istilah-istilah itu? Apakah semata hanya biar lebih "gaya" atau memang ada makna di baliknya yang lebih mendalam? Mohon penjelasan.
Jawaban
Pertanyaan yang menarik. Menurut saya, ungkapan buruh, pegawai dan karyawan pada dasarnya sama esensinya. Yakn,i mereka bekerja pada orang lain dan mendapat gaji secara reguler (harian, mingguan, atau pun tahunan). Hanya memang istilah buruh sering diidentikkan dengan pekerjaan level bawah, dan terutama diberlakukan untuk industri manufaktur (pabrik) dan pertambangan. Istilah yang sama juga sering dipakai dalam dunia politik (misalnya kita mengenal partai buruh di Inggris atau Australia). Di samping itu, "buruh" juga lebih familiar untuk mereka yang beraliran “kiri”, sebab para pendiri paham sosialisme semacam Karl Marx memakai istilah ini untuk mengkontraskan dengan pemilik modal (kapitalis). Istilah human resources (sumber daya manusia) mulai berkembang pada tahun 80-an untuk menggantikan kata “personnel” (dulu dikenal nama departemen personalia, sekarang berubaha nama menjadi departemen sumber daya manusia). Perubahan istilah ini diharapkan tidak untuk keren-kerenan saja; namun lebih menyangkut perubahan filosofi dan paradigma. Jika dulu ketika masih menggunakan nama departemen personalia, urusan karyawan hanya menyangkut segi administrasi belaka. Artinya, aspek-aspek strategis yang menyangkut pengembangan karyawan tidak dipandang secara sungguh-sungguh. Sekarang, ketika berganti nama menjadi Human Resources, diharapkan pengelolaan karyawan benar-benar ditempatkan dalam kerangka besar strategi perusahaan. Begitu juga para pengelolanya, mereka juga diharapkan mampu menjadi strategic partner bagi top management dalam membawa kinerja perusahaan menuju kejayaan sejati. Nah, beberapa tahun terakhir ini, mulai muncul istilah baru yang ”lebih keren”, yakni human capital (sebenarnya istilah ini sudah diperkenalkan sejak 1955 oleh Gary Becker dalam bukunya yang berjudul Human Capital. Melalui buku inilah, Becker kemudian meraih nobel ekonomi). Lalu apa itu human capital? Intinya, faktor manusia – jika dikelola dengan bagus-- merupakan modal yang mampu memberikan return on investment yang dahsyat, dan memiliki “harga” yang jauh lebih mahal dibanding aset fisik seperti pabrik dan tanah. Sebagai contoh, Microsoft dan Google memiliki aset yang jauh lebih sedikit dibanding misalnya, Boeing atau Ford, namun nilai saham perusahaan mereka jauh lebih tinggi (hal ini tentu dikarenakan, Microsoft dan Google memiliki modal manusia –inovasi/kreativitas, modal otak– yang jauh lebih unggul). Hanya saja, banyak orang yang agak “rikuh” dengan ungkapan Human Capital ini. Beberapa waktu lalu, salah seorang profesor dari Universitas Airlangga, Surabaya –dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besarnya– mempersoalkan ungkapan human capital ini. Menurutnya, istilah ini kesannya menyamakan manusia dengan modal finansial (kapital); seolah-olah setiap individu harus dikuantifikasi dan diukur imbalannya berdasar indikator keuangan perusahaan. Menurut saya, pokok persoalannya mungkin lebih pada “rasa bahasa”. Karena kata ”capital” selama ini identik dengan uang, dengan sesuatu yang cenderung materialistik, maka menggabungkan kata human dengan capital rasanya kok memang jadi kurang ”pas”. Namun, kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ”modal insani”, maka rasanya menjadi lebih elegan.
Senin, 09 Juni 2008
Group Performance Management
Simply put, performance management includes activities to ensure that goals are consistently being met in an effective and efficient manner. Performance management can focus on performance of the organization, a department, processes to build a product or service, employees, etc. Information in this topic will give you some sense of the overall activities involved in group performance management. The reader would benefit from reviewing closely related topics referenced from the section , including basics concepts in performance management, organization performance management and employee performance management.
Human Resources Management
Assembled by Carter McNamara, MBA, PhD
The Human Resources Management (HRM) function includes a variety of activities, and key among them is deciding what staffing needs you have and whether to use independent contractors or hire employees to fill these needs, recruiting and training the best employees, ensuring they are high performers, dealing with performance issues, and ensuring your personnel and management practices conform to various regulations. Activities also include managing your approach to employee benefits and compensation, employee records and personnel policies. Usually small businesses (for-profit or nonprofit) have to carry out these activities themselves because they can't yet afford part- or full-time help. However, they should always ensure that employees have -- and are aware of -- personnel policies which conform to current regulations. These policies are often in the form of employee manuals, which all employees have.
Note that some people distinguish a difference between between HRM (a major management activity) and HRD (Human Resource Development, a profession). Those people might include HRM in HRD, explaining that HRD includes the broader range of activities to develop personnel inside of organizations, including, eg, career development, training, organization development, etc.
There is a long-standing argument about where HR-related functions should be organized into large organizations, eg, "should HR be in the Organization Development department or the other way around?"
The HRM function and HRD profession have undergone tremendous change over the past 20-30 years. Many years ago, large organizations looked to the "Personnel Department," mostly to manage the paperwork around hiring and paying people. More recently, organizations consider the "HR Department" as playing a major role in staffing, training and helping to manage people so that people and the organization are performing at maximum capability in a highly fulfilling manner.
The Human Resources Management (HRM) function includes a variety of activities, and key among them is deciding what staffing needs you have and whether to use independent contractors or hire employees to fill these needs, recruiting and training the best employees, ensuring they are high performers, dealing with performance issues, and ensuring your personnel and management practices conform to various regulations. Activities also include managing your approach to employee benefits and compensation, employee records and personnel policies. Usually small businesses (for-profit or nonprofit) have to carry out these activities themselves because they can't yet afford part- or full-time help. However, they should always ensure that employees have -- and are aware of -- personnel policies which conform to current regulations. These policies are often in the form of employee manuals, which all employees have.
Note that some people distinguish a difference between between HRM (a major management activity) and HRD (Human Resource Development, a profession). Those people might include HRM in HRD, explaining that HRD includes the broader range of activities to develop personnel inside of organizations, including, eg, career development, training, organization development, etc.
There is a long-standing argument about where HR-related functions should be organized into large organizations, eg, "should HR be in the Organization Development department or the other way around?"
The HRM function and HRD profession have undergone tremendous change over the past 20-30 years. Many years ago, large organizations looked to the "Personnel Department," mostly to manage the paperwork around hiring and paying people. More recently, organizations consider the "HR Department" as playing a major role in staffing, training and helping to manage people so that people and the organization are performing at maximum capability in a highly fulfilling manner.
Jumat, 06 Juni 2008
Kenaikan Uang Makan dan Transport Pekerja/buruh berkisar 15 %-25%
Himbauan Menakertrans kepada pengusaha – baik yang tergabung dalam Apindo ataupun tidak- untuk menaikkan uang makan dan uang transport bagi pekerja/buruh tampaknya telah membuahkan hasil. Setidaknya hal ini terbukti saat Menakertrans melakukan peninjauan ke PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Factory Noodle) di Kawasan Industri Jababeka Cibitung, Bekasi, Jabar dan PT Djarum di Petamburan Jakarta Barat, Senin(2/6). Kunjungan ini dimaksudkan untuk melakukan sidak K3 serta melakukan pemantauan atas dampak kenaikan BBM bagi pengusaha dan kesejahteraan pekerja/buruh.
Dalam kunjungan kerjanya ke PT Indofood, Menakertrans melakukan peninjauan ke lokasi pabrik mie instan untuk melihat langsung kegiatan pdoduksi dan melakukan sidak fasilitas K3. Setelah itu, Menaketrans memberi sambutan dan melakukan dialog terbuka dengan Manajemen, Serikat Pekerja dan pekerja PT Indofood.
Dalam sambutannya, Menakertrans mengingatkan pentingnya pengembangan manajemen hubungan industrial yang didasarkan pada persamaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha untuk terciptanya keberhasilan dan kelangsungan perusahaan demi terciptanya hubungan kerja yang kondusif. Pekerja adalah mitra pengusaha untuk kelangsungan dan pengembangan perusahaan.
Depnakertrans pun senantiasa mensosialisasikan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi pekerja/buruh yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kegiatan perusahaan di dalam menjamin terciptanya tempat kerja yang aman, tenaga kerja selamat, sehat dan produktif yang pada gilirannya memberi nilai lebih pada produktivitas perusahaan dan perlindungan bagi masyarakat luas. Sosialisasi ini pun diperlukan untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja.
Menakertrans pun menyambut baik keputusan manajemen PT Indofood dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerjanya yang tersebar di seluruh Indonesia. Setelah kenaikan harga BBM, Manajemen PT Indofood, mulai bulan Juni ini memutuskan untuk menaikkan uang transport sebanyak 25 % serta tambahan uang makan sebanyak 20 %.
Sementara itu, saat melakukan dialog dengan manajemen PT Djarum di Jl, KS Tubun, Petambuburan, Jakarta Barat, Menakertrans mendapat laporan bahwa PT Djarum telah memutuskan, bulan Juni ini untuk menaikkan uang transport bagi pekerjanya di seluruh Indonesia sebanyak 15 % serta tambahan uang makan sebanyak 15 %.
Berdasarkan laporan dari pengusaha, baik yang tergabung dalam Apindo maupun tidak, dalam menghadapi kenaikan harga BBM ini para pengusaha telah menaikkan uang transport dan uang makan bagi pekerja/buruh mulai bulan Juni ini. Kenaikan uang transport dan uang makan bervariasi tergantung pada kemampuan masing-masing pengusaha. Namum secara umum rata-rata kenaikannya berkisar antara 15 %-25 %.
Ikut hadir dalam kunjungan kerja Menakertrans ini, antara lain Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Drs. I Gusti Made Arka, Kepala Pusat Humas, Sumardoko, SH, MM, Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga, Sekjen Apindo Djimanto, wakil ketua Apindo Anton Supit, pejabat eselon I dan II di lingkungan Depnakertrans serta jajaran pimpinan pusat PT Indofood dan PT Djarum.
Pusat Humas Depnakertrans
Dalam kunjungan kerjanya ke PT Indofood, Menakertrans melakukan peninjauan ke lokasi pabrik mie instan untuk melihat langsung kegiatan pdoduksi dan melakukan sidak fasilitas K3. Setelah itu, Menaketrans memberi sambutan dan melakukan dialog terbuka dengan Manajemen, Serikat Pekerja dan pekerja PT Indofood.
Dalam sambutannya, Menakertrans mengingatkan pentingnya pengembangan manajemen hubungan industrial yang didasarkan pada persamaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha untuk terciptanya keberhasilan dan kelangsungan perusahaan demi terciptanya hubungan kerja yang kondusif. Pekerja adalah mitra pengusaha untuk kelangsungan dan pengembangan perusahaan.
Depnakertrans pun senantiasa mensosialisasikan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi pekerja/buruh yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kegiatan perusahaan di dalam menjamin terciptanya tempat kerja yang aman, tenaga kerja selamat, sehat dan produktif yang pada gilirannya memberi nilai lebih pada produktivitas perusahaan dan perlindungan bagi masyarakat luas. Sosialisasi ini pun diperlukan untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja.
Menakertrans pun menyambut baik keputusan manajemen PT Indofood dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerjanya yang tersebar di seluruh Indonesia. Setelah kenaikan harga BBM, Manajemen PT Indofood, mulai bulan Juni ini memutuskan untuk menaikkan uang transport sebanyak 25 % serta tambahan uang makan sebanyak 20 %.
Sementara itu, saat melakukan dialog dengan manajemen PT Djarum di Jl, KS Tubun, Petambuburan, Jakarta Barat, Menakertrans mendapat laporan bahwa PT Djarum telah memutuskan, bulan Juni ini untuk menaikkan uang transport bagi pekerjanya di seluruh Indonesia sebanyak 15 % serta tambahan uang makan sebanyak 15 %.
Berdasarkan laporan dari pengusaha, baik yang tergabung dalam Apindo maupun tidak, dalam menghadapi kenaikan harga BBM ini para pengusaha telah menaikkan uang transport dan uang makan bagi pekerja/buruh mulai bulan Juni ini. Kenaikan uang transport dan uang makan bervariasi tergantung pada kemampuan masing-masing pengusaha. Namum secara umum rata-rata kenaikannya berkisar antara 15 %-25 %.
Ikut hadir dalam kunjungan kerja Menakertrans ini, antara lain Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Drs. I Gusti Made Arka, Kepala Pusat Humas, Sumardoko, SH, MM, Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga, Sekjen Apindo Djimanto, wakil ketua Apindo Anton Supit, pejabat eselon I dan II di lingkungan Depnakertrans serta jajaran pimpinan pusat PT Indofood dan PT Djarum.
Pusat Humas Depnakertrans
Kamis, 05 Juni 2008
Compensation Planning
Perusahaan, dalam merencanakan kegiatannya memerlukan struktur dan system kompensasi yang efektif dan berdaya guna untuk kebutuhan perusahaannya. Hal ini diperlukan untuk kelangsungan hidup dari perusahaan. untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap perusahaan dapat membuatnya langsung sendiri dengan memberdayagunakan HRD di perusahaannya atau juga dapat dengan meminta bantuan dari lembaga konsultan yang terpercaya untuk merancang & mengembangkan Rencana Kompensasi Perusahaan / "Corporate Compensation Planning".Memang diakui bahwa menggunakan konsultan akan memerlukan biaya yang tidak sedikit (bahkan hingga puluhan juta rupiah) sehingga akan membebani perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang akan berkembang. Bagi perusahaan besar, tentu saja hal ini akan sangat mudah dilakukan, karena persoalan biaya tidak menjadi masalah.Terdapat beberapa kriteria hal yang perlu dilakukan dalam merencanakan system kompensasi adalah :1. Internal & External EquityKonsep ini adalah konsep keadilan dimana pada Internal Equity diasosiasikan sebagai keadilan di didalam perusahaan. Apakah penggajian akan diberlakukan sama terhadap semua yang memiliki jabatan yang sama dalam perusahaan tersebut. Sedangkan External Equity diasosiasikan sebagai keadilan dengan kondisi pasar. Apakah dengan jabatan yang sama akan akan diperoleh sistem penggajian dibawah, diatas atau sama dengan pasar ? Beberapa konsep I/E Equity ini adalah : Distribution Justice Model, Labor Market Model & Balancing Equity.2. Fixed versus Variable PayDalam konsep ini perusahaan dituntut untuk menjalankan sistem kompensasi yang berbasis gaji tetap atau dengan menggunakan beberapa variable. Penggunaan variable pay sudah umum dilakukan pada department sales dimana mereka diharapkan untuk mencapai target perusahaan. Semakin besar variable pay yang ditawarkan akan mengakibatkan semakin besar risk yang dialami karena profit dari perusahaan akan mempengaruhi kompensasi yang diperoleh. Fixed pay sudah menjadi hal yang sangat umum dilakukan di Amerika, karena hal ini dimaksudkan untuk menghindari resiko yang dialami oleh perusahaan dan karyawannya. Namun hal ini berkaitan juga dengan regulasi yang diterapkan disana. Sedangan di Indonesia, penggunaan variable pay sudah ada aturan baku dimana maksimal variable pay adalah 25% dari total gaji yang diperoleh.3. Performance versus MembershipKriteria ini dilakukan untuk melihat apakah kompensasi ditekankan pada performance dan ditujukan kepada individu atau kontribusi group atau ditentukan dari jumlah member organisasi dan kuantitas jam kerja.4. Job versus Individual PayKriteria ini ditujukan pada keinginan perusahaan yang hendak menjadikan dasar kompensasi merujuk pada bagaimana perusahaan menilai sebuah pekerjaan atau pada perusahaan yang ingin menstandardkan pada seberapa jauh skill & knowledge yang dimilki perusahaan.5. Egalitarianism & versus ElitismPerusahaan wajib menentukan apakah akan menetapkan Sistem Egalitarianism, dimana "Pay Plan" diterapkan kepada seluruh member dengan sistem kompensasi yang sama. Sedangkan Sistem Elitism mengharuskan untuk penerapan yang berbeda pada setiap member organisasi.6. Below Market versus Above Market CompensationPerusahaan juga harus mulai menetapkan dirinya untuk fokus pada dibawah pasar atau diatas pasar.7. Monetary versus non Monetary AwardsKriteria ini dilakukan untuk menetapkan apakah perusahaan akan menjalankan sistem kompensasi yang berbasis monetary seperti reward bonus dan saham atau berbasis non monetary yang sifatnya intagible seperti pekerjaan yang menarik dan job security.8. Open versus Secret PayKonsep penting yang harus dilakukan adalah kerahasiaan. Top Management wajib mengakomodasi hal ini dengan menetapkan standard bahwa arah kebijakan perusahaan menganut kompensasi terbuka atau tertutup (rahasia) sehingga pelanggaran terhadap hal ini dapat mengakibatkan PHK.9. Centralization versus Decentralization of Pay DecisionArah kebijakan juga harus dilakukan terhadap keputusan-keputusan yang diambil. Perusahaan wajib memilih apakah kebijaksanaan sistem kompensasi dilakukan secara terpusat dari induk perusahaan atau bisa didelegasikan hingga ke cabang-cabang perusahaan.Dengan menjalankan dan menetapkan langkah-langkah tersebut, perusahaan dapat melakukan sistem kompensasi yang efektif untuk perusahaan dimana "visi dan misi" perusahaan dapat terwujud serta didukung oleh team membernya.
Riza Zahari
Ref.
1. Managing Human Resources, Gomez-Mejia, Prentice Hall
2. Human Resources Management, Noe, McGraw-Hill
3. Human Resources Management, Robert L Malthis, South Western
4. Management Sumber Daya Manusia, Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira
5. Erisa Ojimba, Certified Compensation Professional
Riza Zahari
Ref.
1. Managing Human Resources, Gomez-Mejia, Prentice Hall
2. Human Resources Management, Noe, McGraw-Hill
3. Human Resources Management, Robert L Malthis, South Western
4. Management Sumber Daya Manusia, Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira
5. Erisa Ojimba, Certified Compensation Professional
Rabu, 04 Juni 2008
Job Analysis
Job Analysis merupakan aktifitas yang sangat penting dalam HR Department. Namun pada kenyataannya, banyak sekali para manager yang kurang memahami Job Analysis ini. Beberapa hal yang mendukung ini adalah :1. Para manager wajib mengetahui seluruh detail informasi mengenai deskripsi pekerjaan di dalam group kerja mereka untuk mengetahui secara tepat proses aliran kerja perusahaan. Hal ini sangat diperlukan guna mengidentifikasi tugas serta pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis tersebut dengan sempurna.2. Para manager wajib mengetahui "job requirement" dengan tepat untuk pemilihan kandidat yang terbaik. Kadangkala HR Department merekruit kandidat tanpa adanya masukan dari manager yang bersangkutan. Juga manager seringkali melakukan rekruitment tanpa pengetahuan yang tepat. Hal ini akan menimbulkan pemilihan yang "like & dislike" oleh para manager.3. Para manager bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap individu wajib berprestasi diatas rata-rata. Untuk itu para manager wajib melakukan evaluasi rutin untuk menilai seberapa bagus mereka berprestasi dan memberikan umpan balik kepada yang kurang berprestasi.Para Manager wajib secara jelas mengetahui tugas-tugas yang dibutuhkan/diperlukan untuk seluruh pekerjaan.Job analysis terdiri dari 2 bagian penting yaitu :1. Job Description2. Job SpecificationJob DescriptionDi dalam sebuah perusahaan terdapat beragam jenis pekerjaan yang tugasnya bervariasi di lingkup pekerjaannya. Iklan rekruitment, salary survey dan benchmarking lainnya menggunakan deskripsi pekerjaan untuk kegiatannya. Deskripsi sederhana yang sering terlihat di salary survey atau benchmarking lainnya adalah Job Descriptor. Outline sederhana ini distandarisasikan secara global. kadang-kadang dalam penulisannya dilakukan secara detail dan spesifik.Fokus dari Human ResourcesJob description digunakan secara berbeda baik oleh karyawan maupun Human Resources Department. Seorang Human Resources Officer menggunakan Job Description untuk beberapa kegunaan :- Menjelaskan fungsi & tanggung jawab dari sebuah pekerjaan.- Mekanisme rekruitment- Training & Development (menetapkan & memperbaharui standard)- Succession Planning / Pengembangan Organisasi (tugas-tugas yang bisa dimasukkan ke dalam pengembangan organisasi secara keseluruhan- Penetapan secara legal / hukum (bergantung dari kandidat potensial yang akan direkruit)- Penugasan Karyawan- Untuk membenchmark dengan posisi yang sudah tertulis di salary surveyFokus KaryawanPada saat interview, kandidat dapat meminta salinan job description kepada interver untuk diketahui. Sehingga kandidat dapat melakukan membandingkan jabatan yang ada di pasar pada waktu proses negosiasi. Deskripsi jabatan harus jelas kepada kandidat yang berpotensi untuk diketahui apa yang akan ditawarkan serta pada awal kerja karyawan, kandidat harus diberikan salinan dari deskripsi pekerjaan.Deskripsi pekerjaan haruslah ditinjau ulang pada saat performance review untuk memastikan apakah deskripsi pekerjaannya tersebut dapat merefleksikan pekerjaan yang sekarang. Sehingga karyawan & atasannya dapat saling terlibat dalam membangun tujuan dari perusahaan. Ketika akan melakukan evaluasi ulang terhadap deskripsi pekerjaan, karyawan & atasan dapat saling bekerjasama memperbaharuinya. hasil revisi ulang tersebut harus direview oleh HR Professional untuk memastikan bahwa revisi tersebut memang layak untuk dipertahankan & dijalankan.Pada prinsipnya Deskripsi Pekerjaan berisikan uraian sederhana & mudah dimengerti tentang sekumpulan tugas, pekerjaan & tanggung jawab yang diberikan secara individual tanpa melihat siapa yang menjabat. Jabatan ini akan tetap eksis meskipun orang yang menjalankannya sudah tidak ada lagi. Adapun deskripsi pekerjaan :- Job Title (jabatan)- Job Location (lokasi pekerjaan)- Subordinate / Superior (atasan & bawahan)- Purpose of the Job (Mengapa pekerjaan ini harus diadakan)- Responsibilities (Tanggung Jawab pemegang Jabatan)- Key Performance Indicator (KPI, biasanya masuk ke deskripsi kerja)- Job Specification- Eksternal & Internal Link (hubungan keluar & kedalam)- Manpower Law RegulationDeskripsi pekerjaan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi alat untuk mengukur dan menetapkan pengembangan karir ke depannya dimana performance management juga berjalan dengan semestinya.Pada intinya, apabila sedang melakukan analisa terhadap sebuah deskripsi pekerjaan, hal yang patut dipertanyakan adalah apabila seseorang meninggalkan pekerjaannya, apakah deskripsi pekerjaan yang ditinggalkan itu berubah ? Jika tidak ada perubahan, maka itulah yang seharusnya dilakukan. (Pada kenyataannya seringkali tidak demikian)Job SpecificationSpesifikasi pekerjaan adalah sekumpulan dari knowledge, skills, abilities dan karakteristik lainnya1. KnowledgeInformasi yang berupa pengetahuan standard, prosedural dan aktual yang dperlukan untuk kesuksesan dalam menjalankan tugas2. SkillTingkat keahlian dari setiap individu dalam melakukan pekerjaannya3. AbilityKemampuan & keinginan diri secara general yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaaannya4. OthersKaakteristik lainnya yang diperlukan seperti semangat motivasi, keteguhan diri dan soft skill lainnya.Metode Job AnalysisTerdapat banyak sekali macam ragam untuk menlakukan analisa job dan tidak ada satupun metoda yang dikatakan terbaik. karena masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri.beberapa metode yang dikenal adalah :a. Metode Position Analysis Questionnaire (PAQ)Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan di industri dan sering dilakukan penelitian mengenai instrumen analisa jabatan. PAQ dikembangkan dan dibagi menjadi 6 bagian :1. Information InputKapan & bagaimana seorang pekerja mendapatkan informasi yang diperlukan agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik2. Mental ProcessesAlasan, pengambilan keputusan dan perencanaan serta aktifitas proses informasi yang terlibat di dalam pekerjaannya3. Work OutputAktifitas fisik, tools & alat ukur digunakan untuk menjalankan pekerjaan4. Relationship With Other PersonHubungan kerjasama yang baik & harmonis diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya5. Job ContextAktifitas fisik & sosial dimana pekerjaan dilaksanakan6. Other CharacteristicsAktifitas, kondisi dan karakteristik yang lain yang berbeda dari yang sudah dijabarkan dan masih relevan dengan pekerjaanb. Metode Task Analysis InventoryMetode ini memfokuskan pada analisa seluruh pekerjaan yang dijalankan. Sehingga tidaklah heran pada metode ini banyak sekali item-item yang muncul (inventory) yang jumlahnya mencapai ratusan. Agak rumit memang karena banyak sekali subject pekerjaan yang dikumpulkan dalam system ini.c. Metode Fleishman Job Analysis SystemMetode ini berdasarkan pada beberapa hal kemampuan yang memadai untuk diterjemahkan ke seluruh dimensi pekerjaan. Beberapa hal tersebut adalah 52 Cognitive, Psychomotoric, Physical, and Sensory Abilities. Skala metode ini terdiri atas deskripsi dari kemampuan, diikuti oleh perbandingan tingkah laku dari beberapa tingkat level kemampuan dalam 7 tingkat skala.Perlulah diperhatikan untuk setiap perusahaan yang ingin melaksanakan grading, bahwa tanpa analisa pekerjaan yang tepat, tidak akan diperoleh struktur tingkat gaji yang baik & terpercaya. Karena kesalahan pada analisa pekerjaan juga mengakibatkan penilaian strata dan kompensasi yang diberikan menjadi tidak berguna lagi.Widhi Setyo KusumoWhiteHouse ConsultingRef.1. Managing Human Resources, Gomez-Mejia, Prentice Hall2. Human Resources Management, Noe, McGraw-Hill3. Human Resources Management, Robert L Malthis, South Western4. Management Sumber Daya Manusia, Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira5. Erisa Ojimba, Certified Compensation Professional
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT
HR Management
Human resource management (HRM) is the strategic and coherent approach to the management of an organization's most valued assets - the people working there who individually and collectively contribute to the achievement of the objectives of the business
Human resource management (HRM) is the strategic and coherent approach to the management of an organization's most valued assets - the people working there who individually and collectively contribute to the achievement of the objectives of the business
Langganan:
Postingan (Atom)